blog how to, blog trick, blog tips, tutorial blog, blog hack

Kamis, 21 Mei 2009

Jaka Tarub


Fajar mulai menyingsing... Suara lesung Nyi Randa Tarub yang sedang menumbuk padi mengiringi mentari pagi yang segera tiba.
Sebenarnya Nyi Randa Tarub bukanlah nama aslinya, Karena kebetulan saja dia tinggal di desa Tarub, maka orag desa menyebutnya Nyi Randa Tarub. Ia tinggal di desa itu dengan putranya yang bernama Joko Tarub.
Konon Joko Tarub bukanlah anak kandungnya.

Ia adalah anak seorang putri bangsawan bupati
Tuban yang bernama Dewi Rasawulan. Karena sesuatu hal, sejak bayi Joko Tarub telah dirawat oleh Nyi Randa Tarub.
Joko pun tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah dan tampan.

Si tampan Joko Tarub punya kesukaan berburu. pada suatu ketika pamitlah si Joko tarub kepada Ibunya, Ibu... aku berangkat berburu ya Bu...? pamit Joko suatu pagi pada ibunya
dengan membawa sumpitan. Joko Tarub mulai menyusuri hutan, tempat ia biasa berburu. Namun, sampai menjelang sore, ia tak menemukan seekor binatang pun!
Hhh... sial benar aku hari ini, kenapa? kata Joko sambil menghela napas untuk melepaskan penat.
Tapi sayup-sayup dia mendengar suara di kejauhan, Hei... suara apa itu...? Joko Tarub makin menajamkan pendengarannya dengan memasang tangan kanannya di dekatkan ke telinga sebelah kanan. Benar rupanya Joko tarub mendengar sesuatu.

Joko Tarub-pun berjingkat-jingkat mendekati arah suara itu.
Ternyata sumbernya adalah sebuah telaga.
Betapa terkejutnya Joko Tarub ketika melihat sekelompok gadis cantik-cantik terlihat mliding sedang mandi di sana.
Wah... wah... wah...Siapa mereka ini sebenarnya? Apakah peri penunggu hutan, apa mereka gadis-gadis dari desa sebelah? ah... itu rasanya tidak mungkin, tidak satupun mereka yang pernah ku lihat, apalagi kecantikannya seumurku belum pernah melihat gadis secantik mereka ini, gumam si Joko Tarub. Ataukah mereka ini bidadari dari khayangan? Atau mungkin...?? Seribu macam pertanyaan memenuhi pikirannya.
Tiba-tiba saja pandangannya tertambat pada seonggok pakaian di tepi telaga. Pasti itu pakaian mereka. Pikiran nakalnya muncul, dengan mengendap-endap sambil kakinya jinjit, agar tidak menimbulkan suara langkahnya, ia mendekati pakaian-pakaian itu. Dan.... Sebaiknya kuambil saja salah satu selendang ini,? pikirnya.

Sesaat kemudian, seorang gadis salah satu diantara mereka memanggil kawan-kawannya: Adik-adikku, hari hampir gelap, ayo kita pulang ke khayangan,? Oooooh....? Si Joko Tarub mlongo seraya menggigit jempol kanannya, jadi benar mereka ini adalah bidadari...?
Pikir si Joko Tarub, yang lalu menyelinap di balik pohon. Para bidadari langsung mengenakan selendang dan bersiap-siap untuk terbang ke khayangan. tapi salah satu diantara mereka kebingungan tidak mendapatkan selendangnya.
Hei! Di mana selendangku?? teriak panik seorang bidadari yang paling muda. Tanpa selendang itu ia tak bisa pulang ke khayangan. Semua teman-temannya membantu mencari selendangnya, tapi tidak kunjung dapat.

Hari sudah mulai gelap. Berkali-kali mereka mengelilingi telaga. Namun, selendang itu tetap saja tak ditemukan. Dimana ya..? Kita tak bisa berlama-lama di bumi. Kita harus cepat kembali.
Nawang Wulan, kau harus mencarinya sendiri, Kami pergi dulu ya...? Terpaksa kami meninggalkanmu karena hari sudah gelap, kata salah satu bidadari sambil melesat pergi meninggalkannya.

Selamat tinggal Nawang...? teriak yang lain.
Heei... kalian tidak boleh meninggalkan aku sendiri di sini.....!?
teriak Nawang Wulan sedih. Namun, apalah artinya teriakan Nawang Wulan. Mereka tak ingin mendapat
masalah di khayangan.

Tinggallah Nawang Wulan sendiri dalam kesedihannya.
Bagaimana mungkin ini terjadi padaku? Aku tak
bisa pulang...? Nawang Wulan hanya bisa menangis.

Melihat keadaan seperti itu, si Joko Tarub mencoba mendekat dan menyapa sNawang Wulan yang kecantikannya tidak dapat di lukiskan dengan kata-kata, karena sangking cuantiknya...
Apa yang bisa kubantu gadis manis?? sapa Joko
Tarub tiba-tiba.
Si... siapa kau dan mau apa...? Nawang Wulan sangat terkejut dan takut.
Ini adalah pertama kali ia bertemu dengan manusia.
Namun, meski sulit dan dengan melalui argumen yang sangat alot, Joko Tarub berhasil menyakinkan Nawang Wulan bahwa ia adalah manusia baik.
Mungkin lebih kurangnya begini:
Dik Nawang Wulan, aku ini Pria baik-baik lho... Jangan takut dengan pun Kakang, hayo, saya tolong dan tinggal di rumahku saja, besok pagi baru kita cari rumah orang tuamu, dan aku akan melamarmu!

Nawang Wulan... Ayo kau ikut aku sekarang, rumahku tak jauh dari hutan ini. Aku tinggal bersama ibuku,? ajak Joko Tarub sambil mengulurkan tangannya untuk menuntun Nawang Wulan sambil meninggalkan hutan tersebut.
Nawang Wulan menerima ajakan pemuda itu walau dengan berat hati,
mungkin yang ada dalam benak si nawang Wulan: wah.. boleh juga nih cowok, sudah tampan, baik hati lagi. Buktinya mau kasih tumpangan nginep aku di rumahnya... He he he...

Hari-hari berlalu.
Pepatah kata benar adanya, yang Witing Tresno jalaran soko kulino, Joko Tarub akhirnya memperistri Dewi Nawang Wulan dengan membina rumah tangga yang bahagia di desa Tarub dan kemudian mempunyai seorang bayi perempuan.
Bayi itu diberi nama Nawangsih. Mereka hidup berbahagia di tengah tawa ceria bayi
mungil itu. Kini Nyi Randa Tarub tak perlu lagi menumbuk padi. Hampir semua pekerjaan berat yang
biasanya ia lakukan, telah dikerjakan oleh Nawang Wulan. Dalam sekejap Nawang Wulan dapat
membereskan semua pekerjaan itu.

Suatu ketika, Nawang Wulan hendak mencuci di sungai, dan dia berpesan kepada si Joko Tarub yang sudah tidak joko lagi itu, Kakang Jagalah nasi yang sedang ditanak itu. Aku takkan lama, tapi tolong jangan sekali-kali Kakang membuka tutup kukusannya..! serunya Nawang Wulan terhadap suami tercintanya.
Sambil menitipkan Nawangsih yang sedang terlelap tidur.
Joko Tarub sedikit heran, mengapa Nawang Wulan berpesan seperti itu? Namun pertanyaan itu segera ditepisnya. Pada saat yang sama, Nawangsih yang sedang tidur terbangun menangis, lalu Joko Tarub-pun menggendongnya, namun Nawangsih tetap menangis, hingga Joko tarub gusar dan panik di buatnya.
Mungkin ia lapar? pikir Joko.
Tanpa sadar dibukanya tutup kukusan nasi. Ia ingin mengambil sedikit nasi untuk anaknya.
Betapa terkejutnya Joko ketika dilihatnya hanya ada setangkai padi di dalamnya. Hah...? Cuma setangkai? Pantas selama ini lumbung padi sepertinya tak pernah berkurang,? serunya dalam hati.

Sesampai di rumah Nawang Wulan, Betapa kecewanya dan marahnya dia ketika mendapati kukusannya telah terbuka.
Kakang kenapa kau mengabaikan pesanku? Kau tau akibatnya? Kesaktian yang kurahasiakan padamu selama ini hilang!
Sekarang kita semua harus bekerja keras, Maafkan aku Dinda. Aku tidak pernah bermaksud
mengabaikan pesanmu, hanya saja tadi Nawangsih anak kita menangis terus, saya kira lapar dan aku hendak mengambilkan nasi sedikit untuknya, sesal Joko Tarub, namun nasi telah menjadi bubur. Semuanya telah terlanjur.
Sejak saat itu peralatan menumbuk padi yang telah lama disimpan mulai digunakan lagi.
Nyi Randa yang sudah semakin tua harus bekerja kembali membantu menantu tercintanya.

Hari-hari berjalan seperti dahulu ketika Nawang Wulang belum berada di tengah-tengah mereka.
Persediaan padi di lumbung pun cepat menipis. Nyi Randa dan Joko Tarub harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Suatu hari ketika Nawang Wulan hendak mengambil padi di lumbung, ia melihat sebuah buntalan.

Diambilnya buntalan itu dan dibukanya.
Alangkah terkejutnya ia ketika mengetahui isi buntalan itu... Oh... Ternyata... Ternyata... selendangku... selendangku...! Betul ini selendangku! Betul ini selendangku yang hilang ketika mandi di telaga.
Mungkinkah Kakang Joko yang mengambilnya? Tapi kenapa ia tak pernah mengatakannya padaku? Nawang Wulan segera memakai selendang itu.

Dinda Nawang Wulan, kenapa kau lama sekali di dalam sana? Ada apa?? teriak Joko Tarub. Betapa
terkejutnya Joko Tarub ketika tiba-tiba istrinya muncul dalam wujud bidadari..? Kakang Joko Tarub, aku mohon pamit Kakang...
Aku akan kembali ke khayangan, kata Dewi Nawang Wulan terbata-bata. Diambilnya Nawangsih dari gendongan Joko Tarub dan diciuminya anak itu. Kau cantik sekali Nak... Seperti Bapakmu.
Kakang Joko tarub, anak kita masih menyusui.
Buatlah sebuah dangau dekat pondok ini. Taruhlah Nawangsih di sana setiap malam. Aku akan datang
untuk menyusuinya.
Tapi ingatlah selama aku menyusui Nawangsih, Kakang tidak boleh mendekati dangau itu.
Setelah berkata demikian, Dewi Nawang Wulan terbang ke angkasa.

Hati Joko begitu sedih menatap kepergian istrinya.
Ia hanya bisa pasrah dan memenuhi permintaan
Nawang Wulan.
Setiap malam Joko Tarub meletakkan putrinya di dangau, Nawang Wulan akan datang dan
setelah itu biasanya terdengar tembang nina bobok yang begitu merdu.
Malam demi malam berlalu sampai
Nawangsih tak lagi membutuhkan air susu ibunya. Joko Tarub tak lagi dapat mendengar alunan suara
Nawang Wulan, dan Joko pun tidak lagi mendapat kehangatan belaian Nawang Wulan yang sangat Cuantik itu. Semuanya menjadi Sunyi sepi, sampai akhirnya Nawangsih menginjak dewasa lalu disunting oleh Pangeran lembu Peteng atau Bondan
Kejawan, putra Raja Brawijaya dari Majapahit. Kehidupan kembali ceria karena mereka bertiga diboyong
ke istana kerajaan.

1 komentar:

fika's vita mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

Posting Komentar

 

Ranking Blog Ku

Powered By Blogger

Berapa Pengunjung Blog Ku


View My Stats
Powered By Blogger

Visitors My Blog

free counters
Powered By Blogger

© Black Newspaper Template Copyright by # Bravo Manchaster United # | Template by Fanchon0706 | Blog Trick at Blog-HowToTricks